/1/ Dari Orang-orang Miskin
lorong-lorong yang dulu ramai sorai bocah-bocah nakal;
ibu-ibu bertukar kisah tentang perabot baru dan suami yang payah di ranjang;
kini sepi tak bertuan
angin kering dan udara yang berat singgah di pintu-pintu rumah
mewartakan setumpuk berita kematian
aku berjalan mendorong gerobak rongsokan
tapi tak memungut apa-apa lagi kecuali nasib buruk
gang-gang mendadak sunyi
lorong-lorong dicekam ketakutan
badai datang tiba-tiba
orang-orang menutup pagar dan jendela
anak-anak para tuan mendekam dalam selimut yang hangat
mengunyah dada ayam, chicken wing, drumstick, dari dapur para nyonya yang panik
menumpuk aneka logistik[1]
orang-orang didorong diam di rumah
sedang otoritas di sebuah kota yang jauh
kongkalikong dengan petinggi korporat partikelir
meloloskan ODP dari negeri muasal penyakit[2]
dalam suasana begini rupa
tuhan seperti sengaja tak bertandang
ia palingkan muka dari kami yang senantiasa bersemuka dengan maut dan kabar duka
sementara rumah kami tepat di bawah langit yang kerap meludah dengan hujan
memanggang dengan matahari
tapi ketika ia kirim nasib buruk sekalipun kami tak pernah berpikir berpaling apalagi lari
/2/ Keluh Orang Tua
bagaimanakah definisi mati bahagia?
tujuh puluh dua tahun aku saksikan lalu lalang sejarah
orang-orang bergandengan atau saling membunuh kemudian memulai peradaban
penguasa mendesain perang dan konflik
perampasan tanah
negeri-negeri koloni
tapi tak yang ada lebih asing dari hari-hari belakangan
anak-anak menyuruhku diam di rumah bersama
menantu yang kadang tak kupahami jalan pikirannya
para cucu yang baru tamat sekolah menengah mulai jarang keluar rumah
ada wabah, demikian yang mereka baca dari media
mainstream dan kabar di grup-grup daring keluarga
anak laki-laki menjadi sering menyemprot gagang dan grendel dengan larutan disinfektan
anak perempuan yang berkunjung sesekali mendorong kursi roda lantas membiarkan
matahari mengguyur punggungku yang mulai bungkuk [3]
aku cukup beruntung menjadi orang tua dari anak-anak yang hanya sesekali bertengkar
selebihnya mereka berselisih sambil bisik-bisik
tapi tak ada yang lebih asing dari hari-hari belakangan
bagaimanakah sebaiknya mati dengan cara yang bahagia?
aku tak berselera merancang hari penutup apalagi hari depan
jika batuk, sesak napas, dan demam tinggi menjadi jalan terbaik untuk itu
barangkali lebih damai mati tanpa ditangisi siapa-siapa
tanpa diantar iring-iringan sebagaimana orang-orang kerap merayakan kematian
maka dengan ini kubiarkan dadaku terbuka
kupanggil segala takdir dan garis nasib merasukinya, mencacahnya
/3/ Perang Tanpa Senjata
kematian adalah rahasia paling kelam, tak pernah berhasil tertebak oleh siapapun
dengan jalan apapun
aku masih di bangsal dengan alat pelindung diri lengkap
berlari menjemput pasien dari ambulans ke ruang tindakan
batuk-batuk bersahutan, demam dan meriang silih berkejaran
orang-orang merinding membayangkan giliran siapa yang dijemput sejam kemudian
aku berdoa sekuat-kuatnya
doa yang manabrak dinding rumah sakit, tabung oksigen, rekam medis yang dicatat terburu-buru sesak di dada teman sejawat
tapi tak ada waktu untuk mengaduh atau mengeluh
sebab sumpah dari sumpah sokrates telah terpatri
dibawa sampai hari nanti
pada derik tempat tidur, saling silang ventilator yang rumit dan selang-selang infus
kematian dan kehidupan bergoyang-goyang rapuh
pipih
menunggu desau angin untuk memutus takdir pada kondisi apa jiwa berpihak: stabil atau kritis?
aku menangkap jerit dan erang, tangis yang panjang dan letih
orang-orang yang bersicepat dengan maut
detak oksimeter, defibrilator yang bekerja memanggil-manggil arwah yang terempas dan kebingungan, degup jantung yang menelan plasma darah
tuhan, di bangsal berapa engkau sembunyi?
pasien adalah air bah sedang kami tidak jarang kehabisan energi
tenaga yang tumbang peralatan yang menipis
negara kewalahan
kami sepasukan peleton maju berperang tanpa senjata
tetapi kami tetap di garda depan [4]
tak punya pilihan
gaung social distancing--atau spasial distance?--semakin kencang
saran work from home direpetisi
aku membayangkan orang-orang membiarkan kami bekerja leluasa dengan
memulangkan diri dan ego ke dalam rumah
/4/ Corona; muasal dan ganjaran [5]
aku datang sebagai mimpi buruk berkepanjangan
misteri paling baru tanpa jelas kapan kesudahan
setelah SARS dan MERS, kuremukkan dunia
aku rampas peta kehidupan manusia
mereka tidak lain kecuali secuil bajingan yang memang pantas jadi hamba, bukan tuan apalagi tuhan
manusia primata paling angkuh di antara sekian varian spesies
merasa pemilik paling sah tanah tempat mereka menumpang
tempat tuhan-tuhan yang mereka bikin dan sembah justru saling tengkar dan sengketa
berebut siapa paling maha di antara yang maha
di saat bersama mereka lupa
di darahnya mengalir air dari hutan yang mereka rampok, tanah yang mereka tambang
bukit dan gunung yang dilibas dan diperkosa
aku, anak kandung bumi dalam wujud pandemi
dari Wuhan dan kelok tembok raksasa hingga beton-beton di sekitar menara pisa
di bawah eifel tower, agung kota berlin, hingga di padat jantung fifth avenue
aku guncang pusat ekonomi dunia
kucakar lambung negara digdaya di gedung putih
menandai kerapuhan peradaban dan keangkuhan kehidupan
aku jalan bagi alam menunjukkan siapa tuan dan siapa yang tamu
tak peduli dengan cara apa aku lahir
dari bengis china terhadap hewan-hewan liar
dari lab-lab rahasia dan ide intelegen amerika, produk yahudi, atau kecelakaan senjata biologi
manusia-manusia terus berdebat tentang konspirasi dan beragam teori
aku penguasa orang-orang kaya dan miskin
pejabat negara dan gembel di gorong kota dan setapak desa
aku gerbang yang menyedot manusia tua dan renta
melempar mereka menjadi ampas masa depan
para tenaga medis takluk di bawah kangkanganku
negara kocar-kacir
gerak sosial habis tak bersisa
aku anak kandung bumi
diutus menjaga ibu yang letih dicambuk dan dikuliti
maka dengan ini kukirim tulah tanpa cela!
Kendari, 3 April 2020
RASIAH
Catatan Kaki
[1] Sejumlah pakar menganalisis bahwa lockdown akan memberikan dampak ekonomi di Jakarta dan bagi perekonomian nasional. Jika kebijakan isolasi total Jakarta diberlakukan maka ekonomi nasional bisa masuk dalam jurang krisis lebih cepat dari perkiraan awal. https://m.cnnindonesia.com/ekonomi/20200316222938-533-484034/lockdown-jakarta-surga-si-kaya-dan-neraka-kaum-miskin
[2] Di tengah anjuran “stay at home”, masyarakat Kendari malah menggelar demontrasi menolak kedatangan TKA Cina di tengah merebaknya wabah Corona dari negara tersebut. https://m.cnnindonesia.com/nasional/20200318200118-20-484736/demo-tolak-49-tka-china-di-kendari-berujung-adu-jotos
[3]Menurut pakar virus cara untuk menghindari berjangkitnya virus corona adalah dengan cara memperkuat imun tubuh, salah satunya berjemur diri di panas matahari antara jam.10-11 pagi selama 15-20 menit. https://www.kumparan.com/amp/kumparansains/perkuat-sistem-imun-ini-waktu-terbaik-untuk-berjemur-1t8dT0c7TGA
[4] Para peneliti memperkirakan akan terjadi ledakan covid 19 di Indoensia di tengah kondisi kesiapan medis tidak memadai https://www.google.com/amp/s/majalah.tempo.co/amp/laporan-utama/160006/siapkah-kita-menghadapi-ledakan-covid-19
[5] Sejumlah analisis genetik dan struktural mengidentifikasi fitur kunci dari virus-protein di permukaan COVID-19 yang dipicu virus SARS-CoV-2 menginfeksi sel manusia dengan mudah .http://m.liputan6.com/global/read/4206054/headline-virus-corona-covid-19-kian-mendunia-kapan-akan-memuncak
Laman ini berisi tentang bisik risau dan dengung gaduh saya tentang sastra dan budaya
Langganan:
Postingan (Atom)
Menjaring Kematian: Cerpen Corona
Menjaring Kematian
-
REPRESENTATION: Cultural Representations and Signifying Practices (1997) Edited by Stuart Hall Sage Publication. The parts o...
-
Rasiah Jurusan Bahasa dan Sastra, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Halu Oleo Tulisan ini telah dimuat dirublik Bahasa dan Sastra, Harian...